CIREBON, Fokus Dialog.
Beberapa
waktu yang lalu baru saja terjadi peristiwa yang cukup menghebohkan masyarakat di
wilayah Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Dimana seorang oknum
lebe (Kaur Kesra) telah menikahkan seorang perempuan yang berstatus masih istri
orang lain (status masih punya suami) dengan oknum perangkat desa. Seperti yang
dilakukan Sat (bukan nama sebenarnya), seorang
oknum perangkat desa yang menjabat sebagai Kaur Keuangan disalah satu desa
di Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. Perilaku oknum ini sangat tidak pantas
ditiru. Pasalnya, Sat telah mempersunting seorang perempuan berinisial F yang masih
berstatus istri orang.
Informasi
yang diperoleh menyebutkan, F baru saja pulang dari Hong Kong setelah bekerja sebagai
asisten rumah tangga. Tepat pada hari Jumat (29/8), F tiba di Bandara Soekarno-Hatta
dan dijemput oleh Sat. Mereka kemudian bermalam dirumah Sat yang diketahui merupakan
duda. Baru keesokan harinya, Sabtu(30/8) pukul 14.00 WIB, dilangsungkan akad
nikah antara Sat dan F. Adapun acara walimatul urs digelar dirumah Sat.
Orang
tua F, yang berinisial Ko, turut hadir dan bertindak sebagai wali nikah. Penghulu
dalam pernikahan itu adalah As, yang juga menjabat sebagai Kaur Kesra (Lebe) didesa
yang sama. Oknum As diketahui merangkap sebagai guru madrasah. Bahkan, dari pantauan
awak media, kuwu—yang nota bene atasan kedua perangkat tersebut, turut hadir
dalam acara pernikahan Sat.
Persoalannya,
F ternyata masih berstatus istri sah orang lain. Jika merujuk pada
Undang-Undang Nomor 1Tahun1974 tentang Perkawinan, maka pernikahan seorang perempuan
yang masih terikat dalam ikatan perkawinan dengan pria lain adalah tidak sah,
apalagi jika dilakukan secara siri.
Sehari
sebelum dilaksanakan pernikahan sirih, pihak media sempat menghubungi ibu
angkat F yang merupakan Bibinya, Via telephone, menanyakan status F yang akan
dinikahkan besok hari Sabtu. Menurut Bibinya yang bernama San dalam percakapan
itu mengatakan, “status F masih belum cerai dan tolong masalah in, jangan
diberitahu dulu pada Sat,” ungkapnya.
Sehingga
mengundang kecurigaan masyarakat terkait pelaksanaan pernikahan Sat dan F ada
yang dirahasiakan, kok dilaksanakan secepat itu, calon mempelai wanita datang
dari Hongkong, nginep semalem langsung besoknya dinikahkan.
Saat
ditemui di ruang madrasah pada Rabu (3/9), As memberikan pernyataan. “Iya,
tujuan saya itu untuk mencegah fitnah. Lagi pula, dia bilang sudah talak tiga, makanya
saya nikahkan, Pak. Kalau menurut aturan
tidak boleh, apakah saya harus bilang ke-Sat dan F bahwa pernikahan kemarin
dibatalkan?” ujar As yang meminta kepada awak media agar persoalan nikah siri ini
jangan dipublikasikan.
Akibat
masalah ini, akhirnya mengundang reaksi dari
sejumlah tokoh masyarakat. “Iya, saya sangat menyayangkan tindakan tersebut. Sebagai
perangkat desa, mestinya harus berhati-hati dan berpikir jernih, jangan hanya melihat
materi. Ini tindakan sembrono dan gegabah, sangat berbahaya.
Urusannya
bisa berhadapan dengan ranah hukum, bahkan ancamannya penjara. Perbuatan kedua oknum
perangkat desa tadi sangat memalukan, bukan hanyamencoreng institusi pemerintah
desa, tapi juga mencoreng nama baik Pemerintah Kabupaten Cirebon,” ungkap seorang
tokoh masyarakat.
Sementara
itu, menurut seorang pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gunung Jati saat
dimintai tanggapannya, menyatakan, “Sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya P3N. Jadi,
Lebe itu hanya sebatas mitrakerja KUA saja. Lagipula, Lebe sekarang tidak punya
SK, hanya ada Surat Tugas (ST) dari kuwu.”
Untuk
itu msyarakat yang ada di Kecamatan Gunung Jati berharap, agar semua pihak yang
terkait dengan masalah ini harap turun tangan untuk menyelesaikan dan diberi tindakan
tegas, jangan sampai hal serupa terulang kembali. (MUH)